Saturday, November 8, 2014

Perspektif-Perspektif Globalisasi

Dalam artikel yang ditulis oleh Makmur Keliat terdapat pengelompokan definisi kata globalisasi. Kelompok pertama,kelompok ini mengatakan bahwa globalisasi adalah suatu proses yang meronrong kekuasaan Negara. Gagasan ini tampak dalam pemikiran Susan Strange dan U. Beck.
Susan Strange seorang internasional political economist, mengatakan bahwa globalisasi sebagai suatu proses pengikisan terhadap kekuasaan institusi Negara yang dicirikan oleh berpindahnya kekuasaan dari Negara-negara ke perusahaan-perusahaan (shifting power from states to firms). Jika dilihat dari struktur produksi, kita akan menemukan bahwa barang dan jasa yang dihasilkan tidak lagi diproduksi oleh dan untuk warga dalam suatu wilayah Negara tertentu. Akibatnya, gagasan pasar dalam negeri kehilangan makna dikarenakan barang dan jasa tersebut dihasilkan oleh warga dari berbagai Negara yang kemudian ditawarkan di pasar bebas. Dibagian struktur keuangan, penciptaan dan penggunaan kredit untuk mendanai produksi tidak lagi berada dalam operasi skala nasional melainkan telah menghubungkan kota-kota besar diberbagai Negara yang terus melakukan aktifitasnya selama 24 jam karena telah terhubung secara elektronik. Akibatnya bank-bank dan pasar keuangan local tidak lagi dapat menjadi otonom sepenuhnya tetapi menjadi bagian dari suatu system yang lebih besar yang sangat sulit diatur oleh Negara.
U Beck mengatakan globalisai berarti proses yang meronrong kekuasaan institusi Negara. Pemikiran U Beck ini mirip dengan Susan Strange tapi dia menambahkan bahwa bukan hanya perusahaan-perusahaan yang bermain di pasar tetapi ada actor non Negara dengan jaringan kerja, identitas, orientasi dan kekuasaan yang beraneka ragam pula. Oleh karena itu, U Beck menggunakan istilah pengglobalan (globality) yaitu fakta bahwa manusia kini hidup dalam suatu masyarakat dunia sehingga tidak ada lagi istilah peristiwa local yang dikarenakan masyarakatnya tertutup dan globalisme (globalism) yaitu pandangan bahwa pasar dunia kini cukup kuat untuk menggantikan tindakan politik baik pada skala nasional maupun local.
Kelompok kedua, kelompok yang memandang globalisasi adalah proses ekonomi. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan yang sangat signifikan dalam investasi, arus modal internasional dan perdagangan dunia. Bahkan kelompok ini mengatakan bahwa ini tidak pernah terjadi dalam sejarah. Peran Negara sudah tidak dihiraukan walaupun dianggap penting hanya ketika Negara mendukung perubahan yang ada. Dasar pemikiran ini berasal dari para ekonom liberal yang mengatakan bahwa kejadian ini tidak dapat dihindari. Bahkan Margareth Tatcher (PM Inggris) dan Ronald Reagen (Presiden AS) mengatakan mau tidak mau kita harus terikut dalam perputaran globalisasi ini. Bahkan pada saat dua orang ini berkuasa, kita sering mendengar istilah TINA (There Is No Alternative) yang merujuk kepada globalisasi.
Kelompok ketiga, kelompok ini mengatakan bahwa globalisasi lebih merujuk kepada proses perubahan dalam pola-pola hubungan social (the sociology of globalization). Pemikir dalam kelompok ini adalah Anthony Giddens, Ronald Robertson dan David Harvey. Giddens berpendapat bahwa globalisasi adalah serangkaian proses rumit yang bergerak tidak hanya dalam tataran ekonomi tetapi dalam berbagai tataran kehidupan. Globalisasi mentransformasi pola interaksi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Contoh yang nyata, kita lebih mengenal artis idola kita dibandingkan tetangga disekitar rumah kita. Sebagai konsekuensi dari meningkatnya interaksi adalh wilayah jurisdikasi Negara. Peristiwa-peristiwa yang terjadi ribuan mil jauhnya dapat mengakibatkan peristiwa diwilayah sendiri begitupun sebaliknya. Batas-batas otoritas hokum Negara menjadi semakin kurang relevan karena ruang dan jarak menjadi tidak bermakna. Manusia sendiri dapat membentuk jaringan walaupun mereka tidak tinggal bersama dalam suatu wilayah Negara tertentu.
Pandangan Giddens tentang pemusnahan ruang melalui waktu ini tampaknya secular dengan pemikiran Ronald Robertson melalui konsepnya tentang “pepadatan dunia” (world compression) dan kesadaran dunia (world concciousness) dan juga dengan gagasan David Harley tentang “pepadatan waktu dan ruang” (time/space compression).
Ronald Robertson menggunakan istilah “pepadatan dunia” dengan merujuk bahwa keterikatan pola interaksi berbagai masyarakat walau tidak hidup dalam satu wilayah yang sama. Contohnya ketika industry di Eropa meningkat akan menyebabkan dampak ekologis didaerah yang penuh sumber daya khususnya dunia ketiga. Ketika terjadinya pergeseran pola konsumsi di Amerika mengakibatkan perubahan besar dalam industry makanan di Asia. Robertson juga mengatakan bahwa hal ini menjadi akar dari munculnya fenomena “kesadaran dunia” yaitu berbagai isu didiskusikan dengan rujukan-rujukan yang mendunia. Misalnya, isu-isu politik militer diperbincangkan melalui istilah “tatanan dunia”, isu-isu resesi dengan istilah “resesi internasional” dan isu-isu polusi dengan istilah “menyelamatkan planet”.
Sementara itu David Harvey, menyebutkan bahwa pengorganisasian ruang dan waktu menjadi kunci terhadap kepemilikan kekuasaan. Ruang dan waktu kini lebih memihak kepada pemilik modal daripada buruh. Pemilik modal dapat memidahkan modalnya disuatu wilayah yang dianggap dapat memberikan keuntungan yang lebih dengan jangka waktu yang cepat. Tetapi hal ini tidak terjadi dengan buruh karena masih terdapat berbagai hambatan seperti ketika mereka ingin berpindah maka akan terhampat oleh regulasi dalam migrasi.
Kelompok Keempat, kelompok ini menyebutkan bahwa globalisasi hanyalah refleksi dari mitos. Kelompok ini terbagi menjadi dua varian, yang pertama dari kelompok gagasan realism politik dan yang kedua dari kelompok gagasan-gagasan marxis dan teori-teori ketergantungan. Salah satu pemikir dari kelompok realis adalah Robert Gilpin yang menegaskan bahwa globalisasi ekonomi tidak menggambarkan realitas yang ada. Misalnya penanaman modal asing yang berpusat pada wilayah seperti Amerika Serikat, Asia Timur, dan Eropa Barat, sementara wilayah lainnya sangat terabaikan dan juga fenomena maraknya pembentukan regionalism ekonomi contohnya CAFTA (China Asean Free Trade Area). Gilpin menyatakan bahwa factor politik yang paling menentukan dalam karakteristik ekonomi global. Masa depan ekonomi global akan ditentukan bukan oleh actor-aktor non Negara tetapi oleh hubungan politik dan keamanan dari Negara-negara pemain utama di dunia seperti Amerika Serikat, Eropa Barat, Jepang, China dan Rusia.
Pemikir kedua dari golongan ini adalah P. Hirst dan G. Thompson yang mengatakan bahwa kini muncul suatu perekonomian yang lebih menginternasional. Perekonomian internasional yang ada saat ini sesungguhnya kurang terbuka dan terintegrasi dibandingkan dengan rejim internasional yang terbentuk pada kurun waktu 1870 hingga 1914. Haruslah dilakukan pembedaan antara apa yang disebut dengan internasionalisasi dengan apa yang disebut sebagai tesis globalisasi. Tesis globalisasi membawa implikasi bahwa proses perekonomian pada tingkat nasional dipandang berada pada tingkat nasional dipandang berada pada posisi subordinate terhadap perekonomian internasional. Tesis ini ditolah oleh kedua penulis dengan argument bahwa perdagangan, investasi dan aliran keuangan masih sangat terpusat pada kekuatan utama yaitu Eropa, Jepang, dan Amerika Utara. Sebagian besar perusahaan masih bertumpu secara nasional dan melakukan perdagangan secara multinasional atas dasar perimbangan kekuatan lokasi produksi dan penjualan.
Golongan kedua dari kelompok ini adalah para pemikir yang dipengaruhi oleh analisis pemikiran Marx. Golongan ini mengatakan bahwa globalisasi adalah suatu ideology untuk mengabsahkan dominasi gagasan ekonomi liberal. Menghubungkan Negara-negara maju dengan Negara-negara berkembang hanya sekedar untuk mengabsahkan manfaat artificial dari gagasan ekonomi liberal.
Diatas merupakan berbagai macam sudut pandang tentang globalisasi, mereka semua mengganggap argumentasi mereka benar berdasarkan analisa, tapi selain pendapat-pendapat mereka. David Held dan Anthony McGrew menggelompokkan lagi kedalam tiga kelompok yang mempunyai respon terhadap globalisasi.
Kelompok pertama (hyperglobalizers), kelompok ini sangat menekankan logika variable ekonomi karena menyatakan bahwa telah muncul pasar global tunggal. Para pemikir dalam kelompok ini menyatakan akan terjadi “denasionalisasi” ekonomi yang berarti bahwa pemerintah nasional hanya berperan sebagai institusi perantara yang menghubungkan modal global dengan kekuatan local dan regional.
Kelompok kedua (skeptics) yang menyatakan bahwa globalisasi hanyalah khayalan belaka yang terjadi sebenarnya semakin kuatnya interaksi antara ekonomi nasional Negara maju. Mereka mengatakan kekuatan internasional itu sendiri tergantung pada regulatory power dari pemerintah nasional untuk menjamin liberalisasi ekonomi. Hal ini menandakan bahwa pemerintah bukanlah korban tetapi merupakan actor utama dari proses ini. Kelompok ini menambahkan bahwa fenomena regionalism merupakan hal yang bertolak belakang dengan globalisasi. Mereka juga menambahkan bahwa internasionalisasi mengakibatkan termarjinalnya Negara-negara kecil bahwa menambah ketimpangan Utara dan Selatan.
Kelompok ketiga (transformationalist) menyatakan bahwa globalisasi sebagai sesuatu kekuatan penggerak di balik perubahan ekonomi, social dan politik yang sangat cepat. Kelompok ini lebih memilih untuk tutup mulut ketika ditanya kemana arah globalisasi. Mereka menganggap bahwa globalisasi merupakan proses jangka panjang yang penuh dengan kontradiksi.
Terkait dengan pembagian kelompok ini Held dan McGrew mencoba mengkritik pandangan terutama dari kubu hyperglobalizers dan skeptics. Kelemahan dari kedua kubu ini adalah mereka menyajikan data berupa statistic. Data statistic ini yang menyebabkan susahnya memahi makna globalisasi. Sebagai contoh walaupun bahasa China sebagai bahasa pertama paling banyak digunakan didunia, namun kita tidak bisa menyatakan bahwa bahasa China adalah bahasa global. Analogi ini digunakan untuk mengkritik kelompok hyperglobalizer.
Begitupun kubu skeptics, mereka menyajikan fakta-fakta bahwa proses ekonomi transnasional lebih intens pada abad ke-19 tetapi tidak menjelaskan dampak social politik yang terjadi. Maka dari itu Held dan McGrew memberikan pertimbangan pendekatan sosio-historis untuk membantu memahami globalisasi secara lebih komprehensif. Ada dua poin penting ketika berbicara tentang globalisasi.
Pertama, globalisasi sebagai suatu proses perjalanan dalam bentuk garis lurus (linear). Leo Howe mengatakan ketika seseorang mengungkapkan tentang perjalanan masyarakat di masa depan, prediksi yang dikemukakannya tidak hanya tergantung pada kepedulian ideologis dan pragmatis yang dianutnya tetapi juga pada masyarakat dimana ia hidup. Tidak semua masyarakat memiliki konsepsi yang sama tentang masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat mengabaikan dinamika interaksi manusia dalam perjalanan sejarahnya.
Kedua, Leo Howe mengatakan globalisasi memang sebaiknya tidak dipahami sebagai suatu takdir sejarah yang akan membawa manusia dalam bentuk-bentuk yang ideal seperti pasar global, masyarakat global atau peradaban global. Globalisasi hanyalah salah satu dimensi perjalanan sejarah umat manusia. Studi globalisasi dalam ilmu hubungan internasional menjadi lebih relevan ketika ia menyentuh juga masalah-masalah keberlangsungan kehidupan manusia (survival problems of humankind). Kita sebaiknya tidak melulu memfokuskan diri pada apa yang tidak dapat dihindari (what is inevitable), tetapi juga membahas apa yang dicapai dan diinginkan (what is feasible and desirable) dengan tujuan untuk memaksimumkan standard-standard kemanusiaan dan juga bagaimana mengelola dampak-dampak negative yang diakibatkannya. Thomas Friedman mengatakan globalisasi adalah suatu system, ia dibangun atau bertumpu di atas keseimbangan yang tumpang tindih dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Pertama keseimbangan antara Negara-negara yang disebutnya sebagai keseimbangan tradisional (traditional balance), kemudian keseimbangan antara Negara bangsa dengan pasar global, dan akhirnya keseimbangan antara individu-individu dengan Negara-bangsa.
Pernyataan Thomas Friedman ternyata mensahkan bahwa ternyata Negara masih relevan dalam globalisasi. Padahal para ekonom liberal ingin menyingkirkan Negara dan membantuk tatanan dunia yang baru.  Sesungguhnya kita tidak akan bisa memahami globalisasi tanpa menggabungkannya dengan kehadiran Negara. Ada dua alasan mengapa Negara masih relevan.
Pertama, negera menjadi tempat sandaran yang sangat realistic karena tidak ada yang dapat menebak ke arah manakah dunia sedang bergerak. Hingga kini tidak ada satupun institusi yang berada di luar Negara yang mampu, berbagai konvensi hokum internasional hanya dapat berjalan jika Negara tetap ada. Bahkan gerakan seperatis terjadi bukan karena ingin memisahkan Negara tetapi ingin membuat Negara baru karena sampe sekarang Negara merupakan istitusi pemilik kedaulatan.
Kedua, globalisasi bukanlah berarti bahwa seluruh pemilik modal dan pengusaha diuntungkan oleh situasi anarkis (mobilitas modal yang tidak teregulasi) tetapi sesungguhnya juga membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi para pengusaha. Perlulah disadari bahwa kestabilan dan kepastian merupakan lingkungan yang diinginkan oleh pengusaha. Dalam upaya mendapatkan kepastian tersebut, para usahawan hanya dapat bersandar kepada Negara karena institusi Negara-lah yang memiliki kemampuan untuk meminimalisir situasi anarkis baik melalui kerjasama mereka ditingkat internasional maupun melalui regulasi yang dijalankan di tingkat nasional.

Penyajian Data Statistik dalam Bentuk Tabel, Diagram Batang, Garis, Lingkaran, Tabel Distribusi Frekuensi, Relatif dan Kumulatif, Histogram, Poligon Frekuensi, dan Ogive

Dalam artikel kali ini, kita akan mempelajari penyajian Data statistik dalam bentuk tabel, diagram batang, garis, lingkaran, tabel distribu...